Sabtu, 15 April 2017

SEJARAH PERKEMBANGAN ESTETIKA

Nama  :   Yuni Yuniasari
NIM    :   1152100078
Kelas   :   PIAUD – B/IV
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

SEJARAH PERKEMBANGAN ESTETIKA

A. Periode Klasik (Dogmatik)
Dalam periode ini para folosof yang membahas estetika diantaranya adalah Socrates, Plato dan Aristoteles. Dari ketiga filosof ini dapat dikatakan bahwa Socrates sebagai perintis, Plato yang meletakkan dasar-dasar estetika dan Aristoteles yang meneruskan ajaran-ajaran Plato.
Dalam periode ini ada beberapa ciri mengenai pandangan estetikanya, yaitu :
1. Bersifat metafisik
Keindahan adalah ide, identik dengan ide kebenaran dan ide kebaikan. Keindahan itu mempunyai tingkatan kualitas, dan yang tertinggi adalah keindahan Tuhan.
2. Bersifat objektifistik
Setiap benda yang memiliki keindahan sesungguhnya berada dalam keindahan Tuhan. Alam menjadi indah karena mengambil peranannya atau berpartisipasi dalam keindahan Tuhan.
3. Bersifat fungsional
Pandangan tentang seni dan keindahan haruslah berkaitan dengan kesusilaan (moral), kesenangan, kebenaran dan keadilan.

 B. Periode Kritik
Pada periode ini merupakan perubahan dari objektivisme ke arah subjektivisme. Kritisisme sendiri adalah filsafat yang menyelidi batasan rasio, sekaligus mempertentangkan dengan dogmatis. Tokoh-tokoh kritisisme adalah :
1. Immanuel Kant (1724-1804)
Menurut Kant imajinasi yang mengarah kepada pikiran manusia pada rasa indah. Pikiran memiliki inderawi rasa dengan empat ciri khas, yakni : Tidak memiliki kepentingan, Universalisme, Kemutlakan, Bertujuan.
Kritisisme Kant ini merupakan usaha yang besar untuk memadukan antara rasionalisme yang memberikan perhatian kepada unsur non-empiris dan empirisme yang memberikan perhatian kepada unsur yang bersumber dari pengalaman.
2. Schiller (1758-1805)
Menurut Schiller estetika adalah seni yang menghubungkan dengan naluri bermain dan estetika. Schiller menekankan bahwa bentuk merupakan hal yang terpenting. Keindahan merupakan bentuk yang hidup dan seni sejati merupakan imajinasi internal. Seni merupakan kegiatan permanen yang bersifat internal bukan kegiatan praktis, individual dan bukan juga logik. Munculnya kesadaran individu mencakup perasaan, gagasan, dan penglihatan sadar unversal.
3. Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Schopenhauer memandang keindahan sebagai sublim. Dalam kenteks keindahan karya seni akan lepas dari diri sendiri dan bebas bila mencapai tingkat intelek. Karya seni tidak lahir dari pengalaman (empiris) saja, tetapi merupakan suatu jawaban dari segala sesuatu yang diresepsi, di ubah ke bentuk karya seni. Menurut Schopenhauer seni tertinggi adalah musik, karena dapat menimbulkan perasaan yang menyenangkan walaupun keindahannya dapat dirasakan oleh akal, namun sulit untuk dijelaskan.

C. Periode Positifistik
Dalam periode ini estetika dipelajari secara empiris dan ilmiah yang berdasarkan pengalaman-pengalaman riil yang nyata dalam kehudupan sehari-hari. Estetika dibahas dalam hubungannya dengan ilmu lain,misalnya psikilogi dan matematika.Para filsuf yang membahas estetika diantaranya Fehner,George Birkhof, A.Moles dan Edward Bullough.
1. Gustaf T.Fecner (1801-1887 ) 
Dia berpendapat bahwa estetika yang dikembangkan oleh para filsuf sebelumnya sebagai estetika ''dari atas'' (The Liang Gie,1976). Fechner berpendapat bahwa sebaiknya estetik itu dihampiri ''dari bawah'' dengan mempergunakan pengamatan secara empiris dan percobaan secara laboratorium terhadap sesuatu hal yang nyata.Metode yang dipakainya adalah metode Experimentil.Tujuan yang ingin dicapai adalah berusaha untuk menemukan kaidah-kaidah /dalil-dalil mengapa orang lebih menyukai sesuatu hal yang indah tertentu, dan kurang menyukai yang lain
2. A.Moles 
Percobaan-percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa proses-proses dalam otak manusia dipengaruhi oleh sifat-sifat struktural dari pola-pola perangsang seperti misalnya :sesuatu yang baru, sesuatu yang rumit dan sesuatu yang mengagetkan. Sifat-sifat yang merangsang ini dapat dipandang sebagai unsur-unsur penyusun dari bentuk atau struktur seni.
3. Edward Bullough
Dia menerapkan psikologi introspeksi dan teori sikap dengan melakukan penyelidikan terhadap apa yang dinamakan kesadaran estetis (aesthetic consciousness)(The Liang Gie,1976).Psikoanalisa dengan teori-teorinya memberikan penjelasan bahwa karya seni sebagai mana halnya dengan impian dan mitologi merupakan perwujudan dari keinginan manusia yang paling dalam.Keinginan ini memperoleh kepuasan lebih besar dalam bentuk seni dari pada dalam realitas kehidupan biasa.Penggunaan hasil-hasil dari ilmu jiwa anak (child psychology) dianggap dapat memberikan keterangan-keterangan yang memadai mengenai pertumbuhan dorongan batin dalam mencipta seni.Dorongan batin ini mencakup semua dinamika kejiwaan yang tidak bersifat intelektualistis, misalnya hasrat untuk meniru, kecenderungan untuk memamerkan, kesediaan untuk menyenangkan pihak lain, keinginan bermain-main, pemanfaatan energi yang berlebihan dan peluapan perasaan yang ada dalam   diri setiap orang.Dalam periode  positifistis ini, walaupun pembahasan estetika sudah bersifat ilmiah, tetapi bukan berarti bahwa pendekatan secara filsafati sudah tidak dipergunakan lagi.

Referensi website :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STRUKTUR SENI RUPA

NAMA           :   YUNI YUNIASARI NIM                :   1152100078 KELAS          :   PIAUD-B/IV UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNU...