Nama : Yuni Yuniasari
NIM : 1152100078
Kelas : PIAUD – B/IV
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
SEJARAH PERKEMBANGAN ESTETIKA
A. Periode Klasik (Dogmatik)
Dalam
periode ini para folosof yang membahas estetika diantaranya adalah Socrates,
Plato dan Aristoteles. Dari ketiga filosof ini dapat dikatakan bahwa Socrates
sebagai perintis, Plato yang meletakkan dasar-dasar estetika dan Aristoteles
yang meneruskan ajaran-ajaran Plato.
Dalam periode ini ada beberapa ciri mengenai pandangan estetikanya, yaitu :
1. Bersifat metafisik
Keindahan
adalah ide, identik dengan ide kebenaran dan ide kebaikan. Keindahan itu
mempunyai tingkatan kualitas, dan yang tertinggi adalah keindahan Tuhan.
2.
Bersifat objektifistik
Setiap benda
yang memiliki keindahan sesungguhnya berada dalam keindahan Tuhan. Alam menjadi
indah karena mengambil peranannya atau berpartisipasi dalam keindahan Tuhan.
3. Bersifat
fungsional
Pandangan
tentang seni dan keindahan haruslah berkaitan dengan kesusilaan (moral),
kesenangan, kebenaran dan keadilan.
B. Periode
Kritik
Pada periode ini merupakan perubahan dari objektivisme ke arah subjektivisme. Kritisisme sendiri
adalah filsafat yang menyelidi batasan rasio, sekaligus mempertentangkan dengan
dogmatis. Tokoh-tokoh kritisisme adalah :
1. Immanuel Kant (1724-1804)
Menurut Kant imajinasi
yang mengarah kepada pikiran manusia pada rasa
indah. Pikiran memiliki inderawi rasa dengan empat ciri khas, yakni : Tidak memiliki kepentingan, Universalisme, Kemutlakan,
Bertujuan.
Kritisisme Kant ini
merupakan usaha yang besar untuk memadukan antara rasionalisme yang memberikan
perhatian kepada unsur non-empiris dan empirisme yang memberikan perhatian
kepada unsur yang bersumber dari pengalaman.
2. Schiller (1758-1805)
Menurut Schiller estetika
adalah seni yang menghubungkan dengan naluri bermain dan estetika. Schiller
menekankan bahwa bentuk merupakan hal yang terpenting. Keindahan merupakan
bentuk yang hidup dan seni sejati merupakan imajinasi internal. Seni merupakan
kegiatan permanen yang bersifat internal bukan kegiatan praktis, individual dan bukan
juga logik. Munculnya kesadaran individu mencakup perasaan, gagasan, dan
penglihatan sadar unversal.
3. Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Schopenhauer memandang
keindahan sebagai sublim. Dalam kenteks keindahan karya seni akan lepas dari
diri sendiri dan bebas bila mencapai tingkat intelek. Karya seni tidak lahir
dari pengalaman (empiris) saja, tetapi merupakan suatu jawaban dari segala
sesuatu yang diresepsi, di ubah ke bentuk karya seni. Menurut Schopenhauer seni
tertinggi adalah musik, karena dapat menimbulkan perasaan yang menyenangkan
walaupun keindahannya dapat dirasakan oleh akal, namun sulit untuk dijelaskan.
C. Periode Positifistik
Dalam periode
ini estetika dipelajari secara empiris dan ilmiah yang berdasarkan
pengalaman-pengalaman riil yang nyata dalam kehudupan sehari-hari. Estetika
dibahas dalam hubungannya dengan ilmu lain,misalnya psikilogi dan
matematika.Para filsuf yang membahas estetika diantaranya Fehner,George
Birkhof, A.Moles dan Edward Bullough.
1. Gustaf
T.Fecner (1801-1887 )
Dia
berpendapat bahwa estetika yang dikembangkan oleh para filsuf sebelumnya
sebagai estetika ''dari atas'' (The Liang Gie,1976). Fechner berpendapat bahwa
sebaiknya estetik itu dihampiri ''dari bawah'' dengan mempergunakan pengamatan
secara empiris dan percobaan secara laboratorium terhadap sesuatu hal yang
nyata.Metode yang dipakainya adalah metode Experimentil.Tujuan yang ingin
dicapai adalah berusaha untuk menemukan kaidah-kaidah /dalil-dalil mengapa
orang lebih menyukai sesuatu hal yang indah tertentu, dan kurang menyukai yang
lain
2. A.Moles
Percobaan-percobaan
yang dilakukan menunjukkan bahwa proses-proses dalam otak manusia dipengaruhi
oleh sifat-sifat struktural dari pola-pola perangsang seperti misalnya :sesuatu
yang baru, sesuatu yang rumit dan sesuatu yang mengagetkan. Sifat-sifat yang
merangsang ini dapat dipandang sebagai unsur-unsur penyusun dari bentuk atau
struktur seni.
3. Edward
Bullough
Dia
menerapkan psikologi introspeksi dan teori sikap dengan melakukan penyelidikan
terhadap apa yang dinamakan kesadaran estetis (aesthetic consciousness)(The
Liang Gie,1976).Psikoanalisa dengan teori-teorinya memberikan penjelasan bahwa
karya seni sebagai mana halnya dengan impian dan mitologi merupakan perwujudan
dari keinginan manusia yang paling dalam.Keinginan ini memperoleh kepuasan
lebih besar dalam bentuk seni dari pada dalam realitas kehidupan
biasa.Penggunaan hasil-hasil dari ilmu jiwa anak (child psychology) dianggap
dapat memberikan keterangan-keterangan yang memadai mengenai pertumbuhan dorongan
batin dalam mencipta seni.Dorongan batin ini mencakup semua dinamika kejiwaan
yang tidak bersifat intelektualistis, misalnya hasrat untuk meniru,
kecenderungan untuk memamerkan, kesediaan untuk menyenangkan pihak lain,
keinginan bermain-main, pemanfaatan energi yang berlebihan dan peluapan
perasaan yang ada dalam diri setiap orang.Dalam
periode positifistis ini, walaupun pembahasan estetika sudah
bersifat ilmiah, tetapi bukan berarti bahwa pendekatan secara filsafati sudah
tidak dipergunakan lagi.
Referensi
website :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar